Senin, 30 Juni 2014

MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING)



Proses pembelajaran sesuai dengan Permendikbud Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, sepenuhnya diarahkan pada pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara utuh melalui pendekatan saintifik dan diperkuat dengan menerapkan beberapa model pembelajaran diantaranya pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk memahami model ini dan penerapannya pada pembelajaran Matematika SMP/MTs, silahkan anda mencermati uraian berikut dan mendiskusikannya.
1. Definisi Discovery Learning
Discovery Learning adalah  proses pembelajaran yang “atter in the final form, but rather required to organize it him self”(Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Yang menjadikan dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.
Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri  (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga isilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya  tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang dihadapkan kepada siswa semacam direkayasa oleh guru. Sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian, sedangkan Problem Solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah. Aka tetapi prinsip belajar yang nampak jelas dalam discovery Learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi sebagai siswa didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorganosasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan pahami dalam suatu bentuk akhir.
Dengan mengaplikasikan Discovery secara berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan penemuan diri individu yang bersangkutan. Penggunaan Discovery Learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Merubah modus Ekspository siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus Discovery siswa menemukan informasi sendiri.
2. Konsep
Dalam konsep belajar, sesungguhnya Discovery Learning merupakan pembentukan katagori-katagori atau konsep-konsep, yang dapat memungkinkan terjadinya generalisasi. Sebagaimana teori Bruner tentang katagorisasi yang nampak dalam Discovery, bahwa discovery adalah pembentukan katagori-katagori, atau lebih sering disebut sistem-sistem coding. Pembentukan katagori-katagori dan sistem-sistem coding dirumuskan demikian dalam arti relasi-relasi (similaritas & difference) yang terjadi diantara obejek-objek dan kejadian-kejadian (event). Bruner menjelaskan bahwa pembentukan konsep merupakan dua kegiatan mengkatagori berbeda yang menuntut proses berfikir yang berbeda pula. Seluruh kegiatan mengkatagori meliputi mengindentifikasi dan menempatkan contoh-contoh (objek-objek atau peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu.
Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik  adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap ekspolarasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif.
Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognetif siswa. Manipulas bahan pelajarn bertujuan untuk memfasiltasi kemampuan siswa dalam befikir ( mempresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya. Menurut bruner perkembangan kognetif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactive, iconicn  dan symbolic. Tahap enactive, seseorang melakukan aktifitas-aktifitas dalam upaya untuk memahami lingkukngan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik, msalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya. Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami duni sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komperasi). Tahap symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrakyang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logik. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.
Dalam Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkatogrikan, menganalisis, mengintegrasikan, mengorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41).
Pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam Discovery Learning menurut Bruner adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang problem solve, seorang scientifist, historis, atau ahli matematika. Dan melalui kegiatan tersebut siswa akan menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya.
(Sumber: Implementasi Kurikulum 2013 untuk guru matematika SMP/MTs, P4TK BPSDM, Kemendikbud)

Jumat, 27 Juni 2014

Pengumuman Kelulusan CPNS K-2 Kementerian Agama Tahun 2013

Akhirnya terbit juga penantian panjang 59 ribu tenaga honorer kategori-2 (K-2) Kementerian Agama selesai. Panitia seleksi nasional (Panselnas) CPNS 2013 akhirnya memutuskan pengangkatan puluhan ribu pegawai honorer Kemenag itu. Proses ini cukup panjang, karena tes CPNS sendiri dilaksanakan tahun lalu. Untuk melihat anda atau saudara dan kerabat selahkan download:Klik di sini